Dipublikasikan pada 23 Mar 2025
Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pendamping Desa yang dilakukan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) semakin menyeruak ditengah publik. Pemecatan ini dilakukan oleh Kemendes PDT akibat adanya Pendamping Desa yang mencalonkan diri sebagai anggota legistatif pada tahun 2024 silam. Meskipun tidak ada aturan yang ekspilis baik yang mengatur bahwa Pendamping Desa dilarang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, namun Kemendes tetap mengambil langkah untuk memutus kontrak perjanjian kerja. Menurut Yandri Susanto, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Desa, yang namanya Tenaga Pendamping Profesional (TPP) atau Pendamping Desa kalau sudah nyaleg ( mencalonkan menjadi anggota legislatif) artinya sudah memblok (tidak netral/berpihak pada partai tertentu). “Kenapa yang nyaleg itu kami evaluasi? Karena menurut kami, namanya Tenaga Pendamping Profesional (TPP), kalau dia sudah nyaleg berarti sudah memblok, kan? Ini akan menjadi masalah besar, Pak,” katanya. Ia khawatir efek domino kedepannya, jika TPP yang nyaleg tidak ditindak atau dievaluasi, hal ini akan menjadi preseden atau contoh yang diikuti oleh TPP lainnya sehingga kualitas pendampingan desa bisa menurun karena TPP lebih fokus pada kepentingan politik daripada kepentingan masyarakat desa. “Kalau ini kita biarkan, nanti di tahun 2029 mungkin sebagian besar, bahkan seluruh pendamping desa, akan nyaleg semua, itu akan merepotkan kita,” kata Yandri. Yandri pun bukan hanya menyoroti Pendamping Desa yang nyaleg, tetapi juga masalah pendamping desa yang memiliki pekerjaan ganda sebagai penyelenggara pemilu, yang menurutnya perlu dievaluasi karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu kinerja pendampingan desa.
Kembali© Desa Lonas.co.id. All Rights Reserved. | Designed by N.H Code